Memasuki bulan Robi’ul Awal seluruh umat Islam dipenjuru dunia memperingati kelahiran nabi Muhammad SAW (Maulidu Ar-Rasulullah). Dengan berbagai acara baik yang bernuansa agama maupun budaya. Tidak ketinggalan orang tua, pria-wanita, anak-anak semua larut dalam renungan dan pembacaan sejarah perjalan dakwah nabi yang dikemas dalam Kitab Al-Barjanji.
Sikap keteladanan nabi
Muhammad SAW, banyak tergambar dalam rangkaian kitab-kitab Siroh Nabawiyah (sejarah
kenabian). Nabi, satu sisi sebagai utusan yang harus menyebarkan serta
mendakwahkan agama Islam, sisi lain nabi sebagai pemimpin negara di Madinah.
Pada masa nabi agama dan
negara tidak mengalami berbincangan yang sangat sibuk dan ruet seperti
yang disibukan kafilah-kafilah berjenggot dan berjubah untuk menentukan hubungan
agama dan negara. Pada masa nabi agama dan negara mengalam integritas yang
sangat romantis.
Sosok nabi sebagai
pemimpin, juga sebagai rasul selalu mengedepankan kebijakan dan keteladanan
dalam bersikap. Anggun dan senantiasa menghormati pengikutnya (rakyat). Setiap langkah,
perkataan dan ketetapannya selalu menjadi dasar pengambilan hukum. Pengorbanan harta
dan jiwa untuk membela dan mengembangkan agama Islam yang sangat balita pada
waktu itu sebagai program kerja nomor wahid.
Manajemen kepemimpinan
nabi terserat dalam Piagam Madinah. Kalau di Indonesia manajemen pemerintahan
diatur dalam UUD 1945. Jadi tidak jauh beda pemerintahan pada masa nabi dengan pada
masa sekarang. Yang membedakan hanya sikap pemimpin pada masa-masa sekarang
yang semakin arogan.
Pemimpin pada masa
sekarang disibukan dengan usaha memperkaya diri dan keluarganya. Pada masa nabi
Muhammad SAW, kondisi ekonomi nabi yang lebih buruk dari pada rakyatnya. Begitu
juga yang terjadi pada keluarga nabi. Sekarang non sent kalau keluarga pemimpinan negara tidak
bergelimpangan harta.
Negara bagaikan negara Autopilot,
negara yang bisa berjalan sendiri tanpa adanya pemimpin. Pemimpin hanya sibuk dengan
pencitraan diri (self image)
dan politik dinasti (political dynasty.).
Rakyat juga disibukan dengan mencari makan untuk keluarganya, kesejahteraannya
bukan dipengaruhi kebijakan pemimpin akan tetapi dipengaruhi usaha dan doanya “sopo
wahe pemimpine ne ora kerjo yo ra mbadok” (siapa saja pemimpinnya kalau
tidak kerja tidak makan)
Begitu besar pengorbanan
nabi Muhammad SAW kepada pengikutnya, ketika mau meninggal dunia dia berpesan
kepada menantunya Ali bin Abi Thalib untuk menshadaqahkan sisa hartanya sebelum
meninggal dunia.
Kalau pemimpin sekarang,
menjelang kematian disibukan dengan menyelamatkan hartanya korupsinya ke bank luar
negeri agar tidak tersentuh tangan KPK.
Memang tidak diragukan
keberhasilan nabi Muhammad SAW dalam memimpin agama sebagai utusan (rasul)
dan memimpin negera sebagai presiden (amir). Kalau pemimpin sekarang belum ada hasil sudah
rebutan mengkota-kotak hasil perjuangannya.
Bahkan tidak takut dan
jelas-jelasan pemimpin sekarang menggrogoti hak dan harta rakyat untuk
kepentingan pribadi dan partainya. Jelas dan gamblang berita media televisi maupun
cetak yang sedang disibukan dengan meliput berita-berita korupsi anak negeri.
Negeri dijadikan pesugihan
layaknya gunung Wilis yang ada di Jawa Timur yang didatangi para pencari
pesugihan. Harta rakyat dikuras, haknya dihilangkan, kesetaraan dihanguskan,
konflik dibiarkan dan ditertawakan bahkan diadu.
Semoga dengan Peringatan
Maulid Nabi Muhammmad SAW yang berbarengan dengan Musim Koruptor ini Indonesia
menjadi lebih baik.
Wallahu a’lam bis shawab
Penulis: M. Supriyadi Alumni
PP. Mansyaul Huda Sendang – Senori - Tuban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar