Sabtu, 30 Juni 2012

CSR: Antara Pengkhianatan dan Pencitraan


M. Supriyadi
Peneliti Concern (Consultan and Research) 


Rakyat terus menerus dibodohi sekaligus dibohongi oleh perusahaan. Perusahaan hanya mengambil secara bebas hasil alam tanpa memperhatikan manusia yang menempatinya. Bahkan sadisnya lagi, pihak perusahaan acuh tak acuh terhadap keluh kesah masyarakat setempat.
CSR (Corporate Social Responsibility) berakar dari etika dan prinsip-prinsip yang berlaku di perusahaan dan di masyarakat. Etika yang dianut merupakan bagian dari budaya (corporate culture). Prisnsip-prinsip atau azas yang berlaku di masyarakat juga termasuk berbagai peraturan dan regulasi pemerintah sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan.
Isu CSR dapat disimpulkan sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakat madani (civil society) dengan perusahaan. Maka dari itu, sudah seharusnya CSR tidak hanya bergerak dalam aspek philantropy maupun level strategi, melainkan harus merambat pada tingkat kebijakan (policy) yg lebih makro dan riil. Di samping itu, CSR juga berakar dari etika dan prinsip-prinsip yang berlaku di perusahaan dan di masyarakat. Etika yang dianut merupakan bagian dari budaya (corporate culture). Prisnsip-prinsip atau azas yang berlaku di masyarakat juga termasuk berbagai peraturan dan regulasi pemerintah sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan.
Kurangnya pengawasan pemerintah setempat pada pengelolaan dan penyaluran dana CSR perusahaan di Kabupaten Tuban seakan-seakan pemerintah mandul dan tidak berbisa terhadap perusahaan industri yang beroperasi. Misalnya; PT. Semen Gresik (Persero) Tbk, PT. IKSG; PT. UTSG, PT. Varia Usaha, JOB Pertamina-Petro China East Java, PT. TPPI, Pertamina, PLTU dan PT. Holcim Indonesia Tbk yang akhir-akhir ini operasi produksinya sangat meresahkan warga sekitar.
Menurut amanat UU Perseroan Terbatas (UU PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM). Pasal 74 UU PT yang menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Semestinya perusahaan mempunyai tanggungjawab terhadap kelangusngan hidup masyarakat disekelilingnya. Akan tetapi, dana CSR perusahan-perusahaan hanya sebuah selogan-selogan politik untuk menarik simpatisan masyarakat agar membeli dan cinta pada produk dalam negeri.
Jangan anggap warga ‘ngemis’ terhadap perusahaan, tanpa dana CSR pun warga dapat makan dan membiayai kehidupannya. Akan tetapi perusahaan tidak bisa lepas tangan karena CSR merupaka kewajipan perusahaan secara UU dan sebagai wujud penghormatan sosial atas pemanfaatan lingkungan produksi.
CSR bukan hal yang remeh, banyak konflik horizontal di tengah-tengah kehidupan masyarakat, karena ketidak stabilan ekonomi di kawasan industri. Merasa haknya tidak diberikan dan sumber daya alamnya diekploitasi secara besar-besaran marah dan anarkis pun menjadi jalan keluar. Ini sudah menjadi hukum sosial tatkala kondisi ekonomi penduduk tidak balance dengan perusahaan, maka kerawanan konflik yang terjadi.
Suatu perusahaan seharusnya tidak hanya mengeruk keuntungan sebanyak mungkin, tetapi juga mempunyai etika dalam bertindak menggunakan sumberdaya manusia dan lingkungan guna turut mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pengukuran kinerja yang semata dicermati dari komponen keuangan dan keuntungan (finance) tidak akan mampu membesarkan dan melestarikan , karena seringkali berhadapan dengan konflik pekerja, konflik dengan masyarakat sekitar dan semakin jauh dari prinsip pengelolaan lingkungan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Dalam memaksimalkan pengelolaan dan menyaluran dana CSR perlu campur tangan Pemerintah Daerah (Pemda). Pemda harus bersikap tegas terhadap perusahaan atau industri yang dengan sengaja menggelapkan dana CSR. Ancaman Pemda dari penutupan sementara produksi sampai pencabutan izin produksi harus dilakukan agar perusahaan serius mengelola dana CSR untuk kepentingan kemanusiaan. Karena sikap Pemda dalam menyikapi penyaluran dana CSR dapat perdampak politik dan akan mengakibatkan pada apatisme masyrakat terhadap Pemda yang dinilai “mandul” dalam membela hak-hak rakyat miskin.

---)O(---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar