M. Supriyadi
Peneliti Concern
Pengadilan jalanan (tawuran,
bentrok, main hakim sendiri, dst) merupakan gejala sosial yang harus diatasi. Seperti
yang terjadi di Tangerang, bentrok kelompok Forum Betawi Rempug (FBR) dengan
kelompok Pemuda Pencasila (PP). Pengadilan jalan menjadi pilihan karena
masyarakat menilai bahwa pengadilan pemerintah “mandul”. Hanya orang-orang elit
dan berduit yang bisa mendapat fonis hukum yang sesuai dengan keinginannya. Rakyat
miskin hanya sebuah tumbal keadilan hukum.
Salah satu penyebab
terjadi bentrok adalah ketersinggungan masyarakat terhadap sistem pemerintah yang
amburadul. Merasa jalan yudisial terhalangi dengan konspirasi elit politik,
bentrok, tawuran, main hakim sendiri menjadi jalan penyelesaian.
Pemerintah harus
intropeksi diri. Apakah selama ini pemerintah benar-benar menjalankan roda
birokrasi sesuai sudah sesuai dengan harapan masyarakat? Masyarakat merasa
jenuh dengan kinerja pemerintah yang hanya memperkaya diri, keluarga dan
koleganya. Kasus Hambalang dan Wisma Atlet serta kasus-kasus lain merupakan residu
yang akan mengarah pada kemarahan masyarakat. Di tengah kerasahan masyrakat
mencari sesuap nasi untuk keluarganya di sisi lain pemerintah hanya disibukkan
dengan tender-tender proyek yang tidak berguna.
Pemerintah membuta dan “ngopok”
terhadap gejolak sosial. Hal ini yang menjadi dasar masyarakat kadang menolak
taat hukum.
Begitu juga dengan aparat
Polisi yang seolah-oleh menganggap konflik sosial ini merupakan budaya yang
sudah terjadi dalam kehidupan masyarakat. Saat aparat hukum membutakan mata
terhadap gejolak sosial yang terjadi, semakin angker negeri ini. Di huni
demit-demit berdasi dan peranakan kuntilanak Cikeas, yang mencari mangsa darah
segar untuk menambah kekuatan dalam mencekik rakyat.
***Ditulis saat
menghadirii Studium Generale Univeritas Nasional - Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar