Hipotesis
Partai yang menggunakan dalil agama sebagai legitimasi politik, sedangkan kenyataannya bertolak belakang dengan nilai dan ajaran agama, maka apatisme masyarakat terhadap partai tersebut 2x lipat dibandingkan dengan partai yang tidak menggunakan dalil agama sebagai legitimasi politik.
Partai yang menggunakan dalil agama sebagai legitimasi politik, sedangkan kenyataannya bertolak belakang dengan nilai dan ajaran agama, maka apatisme masyarakat terhadap partai tersebut 2x lipat dibandingkan dengan partai yang tidak menggunakan dalil agama sebagai legitimasi politik.
Tulisan ini hanya fokus
pada partai-partai Islam yang didirikan setelah tumbangnya Orde Baru (Orba)
1998. Tumbangnya Orba disambut dengan bermacam-macam model apresiasi politik. Munculnya
partai-partai baru pada Pemilu 1999. Ini menunjukkan gerang kebebasan
berpolitik mulai kelihatan.
Pada transisi reformasi—pada
Pemilu 1999 yang diikuti 48 parpol, mulai parpol yang berasaskan agama,
komunitas buruh sampai dengan komunitas yang tidak jelas. Dari Islam, lahir PKMI,
PUI, PKU, PMB, PPP, PSII, PAY, PAN, PSII 1905, PPIIM, PBB, PKS, PNU, PID, PKB,
PUMI. Hadirnya 16 parpol yang berasaskan Islam seharus dapat mengendalikan dan
meminimalisir problem-problem sosial yang dihadapi kaum Muslimin nusantara. Seperti:
kemiskinan, pendidikan mahal, diskriminasi, dst. Akan tetapi sebaliknya,
banyaknya partai-partai Islam, menjadikan kaum Muslimin semakin terkotak-kotak
sesuai kepentingan politik kepartaian.
Setelah cukup lama partai
Islam masuk dalam percaturan politik nasional, tidak ada hasil yang nyata dari
komitmen perjuangan. Kehadirannya tidak beda jauh dengan partai-partai
nasionalis.
Rakyat berharap, dengan
munculnya kembali Islam pada ranah politik dimaksud mampu menjembatani
problem-problem sosial yang terjadi. Ketergantungan rakyat pada partai Islam sangat
kompleks agar masalah sosial bisa diatasi dengan pendekatan nilai-nilai dan
implementasi ajaran agama.
Tetapi, semua hanya
literatu yang tertulis rapi dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga
(ART) partai. Kenyataan dilapangan, tidak sedikit kader-kader partai Islam yang
ikut menyelam konspirasi politik hitam (balck political). Korupsi, lobi-lobi
kekuasaan yang semuanya hanya untuk memperkaya diri dan koleganya. Lebi sadisnya
lagi, partai Islam (PKS, PKB dan PPP) masuk dalam deretan 7 besar partai
terkorup (Indopos, Rabu 17/10/2012).
Rakyat marah—harapan punah.
Tidak layak lagi partai Islam hadir dan ikut dalam pertarungan politik praktis.
Hanya diam, tatkala ada problem yang tidak sesuai dengan ajaran agama, karena tekanan
garis partai dan kualisi. Kualisi sudah mengalahkan mabda’ siyasi
semangat pergerakan Islam. Islam hanya suplemen penyegar politik, yang dinilai
murah dan efesien.
Bubarkan partai Islam. Jangan
nodai Islam dengan kepartaian yang tidak jelas ujung perjuangannya. Lebih baik,
kader-kader Islam masuk dalam partai-partai nasionalis dengan membawa ideologi Islam
untuk perubahan politik yang pro rakyat.
Muhammad
“Mbah” Supriyadi
Fokus
Kajian Agama dan Politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar