Selasa, 06 November 2012

PARTAI POLITIK VS FIGUR



Kemenangan Jokowi dalam percaturan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta memberi jawaban perpolitikan bangsa Indonesia. Merapatnya partai-partai besar ke kubu Foke-Nara tidak bisa membendung kekalahan dalam putaran kedua. Potret koordinasi simpatisan parpol yang semakin rapuh. Parpol hanya tong kosong yang nyaring bunyinya.
Akhir-akhir ini, rakyat menyesalkan kinerja parpol yang hanya mencari keuntungan dari rente-rente proyek negara. Aspirasi rakyat putus di tengah jalan. Bahkan, rakyat hanya tumbal lobi-lobi politik di Senayan.

Rakyat mendambakan sosok figur yang mempunyai kekuatan untuk merubah dan meminimalisir “kebobrokan” bangsa Indonesia. Kalau boleh, rakyat menuntut parpol ditiadakan. Tapi, sistem demokrasi tidak bisa terwujud tanpa adanya parpol sebagai connecting sistem pemerintahan.

Mindset masyarakat terhadap apatisme parpol, karena dinilai gagal dalam menjalankan amanah perubahan dan keadilan. Memburuknya hubungan horizontal kemasyarakatan, diskriminasi hukum, intimidasi golongan manyoritas dan korupsi, merupakan “potret” kegagalan parpol dalam mengawal demokrasi.

Pada Pemilu 2014, siapa figur yang mempunyai kesiapan untuk memimpin bangsa lima tahun kedepan? Rakyat tidak butuh kegerlapan bendera dan spanduk parpol yang menghiasi jalanan. Tapi, rakyat butuh konsistensi figur dalam menjalankan janji politiknya.

Figur yang dekat dengan rakyat berpotensi untuk menjadi aspirasi pilihan pada Pemilu 2014. Kemenangan Jokowi dalam Pilgub DKI Jakarta sebagai bukti kongkrit kemenangan figur. Umur reformasi yang sudah 14 tahun, memberi pelajaran yang signifikan tentang perpolitikan di Indonesia. Rakyat sudah tidak mempan dikibuli dengan janji-janji politik. Rakyat butuh parameter keberhasilan sosok figur dalam mengatasi permasalahan publik yang semakin kompleks.

Mari Berbenah…!
Korupsi yang dilakukan para petinggi-petinggi partai, juga menjadi pendorong apatisme masyarakat terhadap parpol. Mulai partai yang berazaskan nasionalis sampai partai yang berasaskan relegius tidak bisa menghindar dari konspirasi politik hitam (black political).

Merosotnya simpatisan parpol dari pandangan masyarakat, perlu ada evaluasi besar-besaran diinternal partai. Partai harus berbenah. Partai harus kembali pada cita-cita perjuangan sebagai wadah aspirasi rakyat. Partai buka untuk mencari kekuasaan, kekayaan dan kehormatan.

Parpol harus merestorasi sikap dan komitmen politik, menjadi wadah aspirasi masyarakata kepada pemerintah daerah—pusat, dan cerobong pemerintah untuk membangun komunikasi politik dengan masyarakat. Partai bukan menjadi boomerang kehidupan dalam bernegara. Kalau sikap dan kinerja parpol seperti saat ini, akan menjauhkan simpatisme masyarakat terhadap cita-cita demokrasi dan akan menghambat pembangunan nasional.

[Closing statement]
Jangan terus menerus rakyat dijadikan tumbal politik
Rakyat mempunyai kekuatan besar, yang dapat menentukan keberhasilan pembangunan nasional, sebagai wujud cita-cita demokrasi”


Muhammad “Mbah” Supriyadi
Peneliti di Lembaga Penelitian ConcerN (Consultancy and Research) - Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar