Kemenangan Jokowi
dalam percaturan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta memberi jawaban
perpolitikan bangsa Indonesia. Merapatnya partai-partai besar ke kubu Foke-Nara
tidak bisa membendung kekalahan dalam putaran kedua. Potret koordinasi
simpatisan parpol yang semakin rapuh. Parpol hanya tong kosong yang nyaring bunyinya.
Akhir-akhir ini,
rakyat menyesalkan kinerja parpol yang hanya mencari keuntungan dari
rente-rente proyek negara. Aspirasi rakyat putus di tengah jalan. Bahkan,
rakyat hanya tumbal lobi-lobi politik di Senayan.
Rakyat mendambakan
sosok figur yang mempunyai kekuatan untuk merubah dan meminimalisir
“kebobrokan” bangsa Indonesia. Kalau boleh, rakyat menuntut parpol ditiadakan.
Tapi, sistem demokrasi tidak bisa terwujud tanpa adanya parpol sebagai connecting
sistem pemerintahan.
Mindset masyarakat
terhadap apatisme parpol, karena dinilai gagal dalam menjalankan amanah
perubahan dan keadilan. Memburuknya hubungan horizontal kemasyarakatan,
diskriminasi hukum, intimidasi golongan manyoritas dan korupsi, merupakan
“potret” kegagalan parpol dalam mengawal demokrasi.
Pada Pemilu 2014,
siapa figur yang mempunyai kesiapan untuk memimpin bangsa lima tahun kedepan? Rakyat
tidak butuh kegerlapan bendera dan spanduk parpol yang menghiasi jalanan. Tapi,
rakyat butuh konsistensi figur dalam menjalankan janji politiknya.
Figur yang dekat
dengan rakyat berpotensi untuk menjadi aspirasi pilihan pada Pemilu 2014. Kemenangan
Jokowi dalam Pilgub DKI Jakarta sebagai bukti kongkrit kemenangan figur. Umur
reformasi yang sudah 14 tahun, memberi pelajaran yang signifikan tentang
perpolitikan di Indonesia. Rakyat sudah tidak mempan dikibuli dengan
janji-janji politik. Rakyat butuh parameter keberhasilan sosok figur dalam
mengatasi permasalahan publik yang semakin kompleks.
Mari Berbenah…!
Korupsi yang
dilakukan para petinggi-petinggi partai, juga menjadi pendorong apatisme
masyarakat terhadap parpol. Mulai partai yang berazaskan nasionalis sampai
partai yang berasaskan relegius tidak bisa menghindar dari konspirasi politik
hitam (black political).
Merosotnya
simpatisan parpol dari pandangan masyarakat, perlu ada evaluasi besar-besaran
diinternal partai. Partai harus berbenah. Partai harus kembali pada cita-cita
perjuangan sebagai wadah aspirasi rakyat. Partai buka untuk mencari kekuasaan,
kekayaan dan kehormatan.
Parpol harus merestorasi
sikap dan komitmen politik, menjadi wadah aspirasi masyarakata kepada
pemerintah daerah—pusat, dan cerobong pemerintah untuk membangun komunikasi
politik dengan masyarakat. Partai bukan menjadi boomerang kehidupan dalam
bernegara. Kalau sikap dan kinerja parpol seperti saat ini, akan menjauhkan
simpatisme masyarakat terhadap cita-cita demokrasi dan akan menghambat
pembangunan nasional.
[Closing statement]
“Jangan terus menerus rakyat dijadikan tumbal
politik
Rakyat mempunyai kekuatan besar, yang dapat
menentukan keberhasilan pembangunan nasional, sebagai wujud cita-cita
demokrasi”
Muhammad
“Mbah” Supriyadi
Peneliti
di Lembaga Penelitian ConcerN (Consultancy and Research) - Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar