Kamis, 08 November 2012

Nasib Hubungan Bilateral RI-AS setelah Kemenangan Obama Jilid II



Euforia kemenangan Barack Obama yang kedua setelah mengalahkan Mitt Romney memberikan kegembiraan tersendiri bagi pendukungnya di penjuru dunia. Kemenangan Obama juga memberikan “benang merah” hilangnya diskriminasi kulit hitam di Amerika. 
 

Pada tahun 1607-1807 kulit hitam keturunan Afrika diperjual belikan sebagai budak di Amerika. Hal ini mendapat pertentangan dan penghapusan dari Abraham Lincoln Presiden AS pada tahun 1860. Perbudakan pun dihapus pada 1863 melalui status hukum. Dibuktikan dengan kemenagan Obama, Capres dari golongan Kulit Hitam mengungguli perolehaan suara Romney dari golongan kulit Putih.
Kemenangan Obama yang kedua, diharapkan dapat mempertebal dan meriilkan hubungan bilateral dengan Indonesia. Kepemimpinan Obama yang pertama, menyatukan kembali hubungan bilateral RI-AS yang lama renggang akibat, ekspansi AS dibawah komando Bush pada negara Islam, Iran dan Afganistan. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, melontarkan brontak terhadap arogansi militer AS pada rakyat Muslim di Iran dan Afganistan. Spanduk-spanduk yang bertuliskan pemboikotan produk-produk Amerika dan “gayang Amerika—gayang Bush” terpampang di seluruh wilayah Nusantara.
Setelah terpilihnya Obama sebagai presiden Amerika Serikat dari keturunan kulit hitam, hubungan RI-AS kembali membaik. Tidak mustahil kalau kepemimpinan Obama memberikan dampak yang positif terhadap hubungan bilateral. Dalam catatan garis kehidupan Obama pernah tertoreh hidup di Indonesia. Mulai kecil sampai Sekolah Dasar, Obama hidup dan sekolah di Menteng-Jakarta Selatan.
Dalam bidang ekonomi, kerjasama Indonesia-AS ditindaklanjuti dengan pembelian pesawat Boeing 737 untuk maskapai penerbangan Lion Air. Di bidang pertahanan, kerjasama Indonesia—AS terlihat pada pemantapan dan peningkatan keahlian pertahanan untuk pasukan militer Indonesia, dan hibah pesawat tempur militer AS untuk militer Indonesia sebagai peningkatan fasilitas pertahanan nasional.
Obama juga bekerjasama dengan Indonesia untuk memerangi kejahatan trans internasional (internasional crime) antara lain terorisme. Kejahatan terorisme mendapat perhatian khusus oleh Amerika setelah pengeboman Gedung Putih 11 September 2001 (serangan 11 september 2011) yang dilakukan kelompok Usamah bin Laden. Indonesia-As bekerjasama untuk meminimalisir dan mempersempit ruang gerak teroris dengan kerjasama dibidang ketahanan dan keamanan.


Nasib Freeport di Balik Kemenagan Obama Jilid II
Bisa jadi hubungan bilaterial RI-AS yang semakin membaik, akan berdampak pada ketakutan pemerintah untuk menentukan nasib kontrak Freeport. Arogansi investor freeport dalam mengekploitasian Sumber Daya Alam (SDA) di Tembaga Pura- Mimika – Papua tanpa diimbangi dengan pemberdayaan SDM lokal dan peningkatan perekonomian daerah.
Konflik horisontal dengan lahirnya sparatis bersenjata, merupakan “potret” kesenjangan perekonomian. Begitu juga dengan konflik elit politik untuk merebutkan rente-rente perekonomian dari Freeport. Rakyat kecil hanya sebuah tumbal kepentingan elit politik, tapi rakyat kecil yang harus menanggung resikonya.
Pemerintah Indonesia harus mempunyai gagasan visioner untuk menentukan nasib SDA san SDM di Timika. Pemerintah terasa puas dengan pajak yang dibayar PT. Freport Indonesia, padahal itu sangat kecil dibandingkan hasil dari tambang Mas dan Tembaga yang didapatkan. Kontrak Freeport terhadap pemerintah Indonesia banyak “pembohongan dan penipuan” secara legalitas hukum. Pemerintah harus bangkit, untuk memikirkan kesejahteraan dan keutuhan wilayah Timika. Kesenjangan perekonomian di kawasan Timika berpotensi menimbulakan gesekan-gesekan konflik vertikal rakyat-pemerintah penguasa untuk memerdekaan diri dari NKRI.



Muhammad “Mbah” Supriyadi
Peneliti ConcerN (Concultan and Research) - Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar