Dalam konsepsi demokrasi, keberadaan pers/media massa sering disebut
sebagai pilar keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Meski berada di luar sistem politik formal, keberadaan pers memiliki
posisi strategis dalam informasi massa, pendidikan kepada publik
sekaligus menjadi alat kontrol sosial. Karenanya, kebebasan pers menjadi
salah satu tolok ukur kualitas demokrasi di sebuah negara. Pasca
reformasi, pers di Indonesia mengekspresikan diri seakan baru keluar
dari penjara selama 30 tahun lebih. Pembungkaman pers selama orde baru
membuat pers tidak berperan sebagaimana mestinya.
Lebih dari satu dekade reformasi
bergulir, dan pers kian mengukuhkan dirinya sebagai pilar yang sangat
kokoh dalam demokrasi. Pers dapat memberitakan segala sesuatu terkait
kebijakan, program, isu hingga tingkah laku pemerintah dan para pejabat
negeri ini. Pers saat ini benar-benar telah menjadi corong opini atau
bahkan membangun propaganda tertentu terkait isu yang ada. Kebebasan ini
tak pelak menjadikan pers sebagai sahabat maupun musuh bagi banyak
orang, terutama mereka yang sering di sorot oleh pers.
Kini pers selalu terdepan dalam
mengungkapkan fakta dan data tentang kondisi Indonesia, dan telah
mengemas berita dalam berbagai variasi metode sehingga sangat menarik
untuk di saksikan oleh seluruh lapis masyarakat. Pers dengan segala
infrastruktur yang mereka miliki untuk menyiarkan pesan kepada
masyarakat Indonesia juga telah membuat para politisi, birokrat, dan
tokoh masyarakat berbondong-bondong untuk dapat berbicara di atas
panggung yang telah disiapkan oleh pers. Mereka siap untuk menjawab
berpuluh pertanyaan yang di sodorkan oleh pers dan berjuang untuk
meyakinkan negeri ini bahwa gagasan yang mereka bawa adalah yang
terbaik.
Pers pun telah berkembang menjadi
industri yang melibatkan masyarakat, dan menjadikan masyarakat memiliki
pers itu sendiri. Dengan berbagai bentuk partispasi publik, pers telah
mengembangkan konsep pers publik dimana setiap individu dapat
menyampaikan berita kepada masyarakat luas. Selain itu pers yang kini
menjadi sebuah industri yang sangat berkembang, memanfaatkan seseorang
atau kelompok tertentu yang ingin menyampaikan aspirasi dan kritik
kepada pemerintah dengan menyediakan panggung untuk mereka menyampaikan
apa yang mereka pikirkan kepada masyarakat luas.
Pers saat ini telah berperan sangat efektif sebagai guardian of democrary, watch dog untuk pemerintah, whistle blower ,
dan mesin propaganda di Indonesia. Pers menjadi primadona demokrasi
yang selalu diperebutkan oleh siapapun yang ingin merih kekuasaan.
Sebuah situasi yang sangat berbeda ketimbang apa yang terjadi di masa
orde baru. Terus bertumbuhnya industri pers baru juga telah membuktikan
bahwa pers telah berkembang menjadi bisnis yang sangat potensial di
Indonesia. Karena mereka sangat memahami bahwa masyarakat membutuhkan
berita.
Perkembangan pers ini telah berdampak pula dalam keberlangsungan sebuah isu tertentu. Pers dapat me-lebay-kan
maupun mensunyikan sebuah isu tergantung dari keinginan dari pers. Satu
contoh bahwa pers mampu mendesak kebijakan publik adalah ketika kasus
Bibit-Chandara dimana pers berhasil meyakinkan publik bahwa KPK sedang
dikerdilkan dan pemerintah dituntut untuk lebih tegas. Contoh lain
adalah ketika pers tidak begitu mengangkat isu mengenai pembahasan RUU
Migas dan alhasil membuat gerakan mahasiswa untuk mendorong pengawalan
RUU Migas menjadi tidak mendapat sambutan di publik. Pers berhasil
meyakinkan publik mengenai mana yang benar dan mana yang salah, serta
mengiring opini publik untuk menjustifikasi seseorang dengan hanya
mengandalkan informasi dari pers.
Gerakan mahasiswa pun juga terkena imbas
dari kebebasan pers. Pasca kebebasan pers bergulir, mahasiswa seringkali
ketinggalan momentum dan waktu untuk menyuarakan sebuah isu. Selalu
saja pers yang pertama mengangkat sebuah isu. Selain itu, mahasiswa
menjadi tidak bisa menandingi kualitas data dan fakta yang pers miliki.
Pun mahasiswa telah mencoba menggali data dan fakta dari tokoh publik,
tetapi tetap saja masyarakat lebih percaya dengan apa yang pers
beritakan. Situasi ini juga tidak terlepas dari kurangnya kemampuan pers
mahasiswa untuk merekayasa opini secara mandiri. Gerakan mahasiswa kini
sangat bergantung dengan pers, dan juga telah menjadi kelompok yang
berharap dapat mengisi panggung media yang telah disediakan oleh
industri pers sebagai wadah untuk menyatakan aspirasi ke masyarakat
luas.
Kebebasan pers yang terlalu bebas ini
diperburuk dengan tidak adanya media pemerintah yang berpengaruh dan
dapat digunakan sebagai corong propaganda. Televisi Republik Indonesia
(TVRI) yang sejatinya adalah milik pemerintah, telah gagal menjadi mesin
propaganda positif akan kebijakan pemerintah. Sedangkan industri pers
tidak sepenuhnya bergerak dengan idealisme jurnalis, tetapi mereka juga
bergerak sesuai dengan keinginan dari pemilik modal dari industri pers
tersebut.
***
Lalu bagaimana peran gerakan mahasiswa ditengah hegemoni kebebasan pers ?
Gerakan mahasiswa dapat menjadi pilar
kelima demokrasi bila gerakan mahasiswa mampu memberikan diferensiasi
yang tegas antara peran gerakan mahasiswa dengan apa yang pers telah
perankan. Mahasiswa dapat terus bergerak dengan gerakan politik nilai
dimana mahasiswa bergerak berdasarka suara rakyat tanpa ada intervensi
dari pihak manapun. Selain itu mahasiswa perlu kembali memperkuat pers
mahasiswa agar dapat menjadi pers alternatif yang mampu memberi dan
mengisi kekosongan fungsi kontrol dan pendidikan media. Serta membangun
gerakan berbasi pengetahuan, dimana gerakan mahasiswa menyuarakan opini
berdasarkan kajian yang cukup komprehensif dan disertai rekomendasi yang
solutif. Dengan itu, mahasiswa akan memiliki perbedaan yang cukup
mendasar dengan media.
Noble Objective
Ditengah arus kebebasan pers yang tidak
bisa terlepas dari kepentingan pemilik modal dari industri media,
mahasiswa dapat memainkan peran strategis dalam membangun opini yang
berbasis nilai yang mulia (noble). Pers saat ini bisa saja
mengangkat atau menjatuhkan kredibilitas seseorang hanya dalam waktu
singkat. Sebagai sebuah contoh, seorang Surya Paloh dapat dengan leluasa
diberikan panggung untuk pencitraan oleh salah satu media, dan
memberikan kesan positif bagi dirinya. Sedangkan seorang Arifinto,
anggota DPR dari partai Islam, begitu cepat di demarketisasi dalam
hitungan hari karena skandal video porno yang mendesak dirinya untuk
mundur dari DPR.
Noble Objective ini dibangun dengan
berlandaskan politik nilai. Sebuah landasan gerak politik mahasiswa yang
berpihak kepada nilai-nilai kebenaran dan berada pada sisi rakyat.
Mahasiswa dengan mobilitas media yang bisa dikembangkan atau dengan
tetap bergantung dengan media massa yang ada, dapat menunjukkan
perbedaan semangat gerak dan membangun opini di depan masyarakat luas.
Sederhananya, mahasiswa bukan membela atau menjatuhkan seseorang atau
pihak tertentu. Tetapi, mahasiswa bergerak berdasarkan apa yang
dikerjakan oleh seseorang dan kebijakan apa yang dikeluarkan oleh pihak
tertentu. Ini bukan tentang “siapa”, tetapi tentang “apa”.
Opinion Leader
Menjadi pemimpin opini, baik secara
informal maupun formal memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
menjadi rujukan publik dalam menyikapi isu yang ada. Menjadi pemimpin
opini dapat dilakukan mahasiswa dengan memiliki data yang akurat serta
cukup “menarik” untuk di jadikan rujukan. Mahasiswa dapat membangun
komunikasi dengan kelompok oposisi atau LSM untuk mendapatkan data
“dibalik layar” yang cenderung menarik untuk diberitakan. Media massa
pun sangat menanti seseorang atau kelompok yang dapat dijadikan pemimpin
opini. Ia atau mereka dapat dijadikan anchor untuk
pemberitaan yang dibuat oleh medias massa. Seorang pemimpin opini adalah
seorang yang di nilai mewakilkan kelompok tertentu dan dapat
dipertanggungjawabkan keabsahan opininya.
Lebih lanjut, jika kredibilitas seorang
mahasiswa atau kelompok sudah dipercaya oleh media dan juga mendapatkan
respon yang positif dari masyarakat. Seseorang yang berkompeten dari
kelompok gerakan mahasiswa dapat berperan sebagai kritikus, pengamat
atau pemberi rekomendasi yang nantinya kerap di minta tampil di media
untuk menyampaikan pandangan, atau dihubungi oleh media ketika ada
sebuah isu yang berkembang. Dengan memanfaatkan posisi inilah, gerakan
mahasiswa dapat menunjukkan kedalaman kajian, kekuatan berdialektika,
serta mengangkat isu yang diyakini berlandaskan kecintaan kepada rakyat.
Komunikator Opini
Anwar Arifin (2007), melakukan observasi
partisipatif kepada masyarakat, menemukan bahwa kesediaan individu atau
kelompok dalam menerima atau menolak suatu opini yang menyentuhnya
sangat ditentukan juga oleh kredibilitas komunikator opini dan
kelompoknya sebagai sumber informasi. Apabila khalayak menghargai dan
mempercayai seorang komunikator opini , atau sebagai media yang
terpercaya, maka khayalak akan sangat dengan mudah terpengaruh. Makin
terpercaya seorang komunikator opini dan media itu, makin mudah khalayak
individu dan khalayak massa meyakini pendapatnya, karena mereka yakin
tidak dibohongi.
Meskipun demikian opini khalayak bisa
saja berubah jika komunikator opini dan media massa memberikan informasi
yang bertentangan dengan kepentingannya. Individu atau kelompok akan
berusaha mencari informasi lain yang dapat menunjang sikap dan opininya
dengan mencari kebenaran lain untuk mengurangi pertentangan opini yang
terjadi pada dirinya.
Tantangan menjadi komunikator opini
adalah menjaga kredibilitas dan intergitas di depan masyarakat luas.
Mahasiswa memiliki kesempatan untuk menjadi komunikator politik yang
efesien, dikarenakan landasan gerak yang masih idealis serta konsistensi
sikap mahasiswa yang jauh dari kepentingan politis.
Strategi Mendapatkan Simpati Massa
Seorang pakar komunikasi, James B Orrick,
menyebutkan ada tiga strategi utama dalam meraih perhatian massa
terkait opini yang akan dibangun. Strategi ini adalah kombinasi yang
harmonis dari semua elemen komunikasi, mulai dari komunikator,
media/saluran, penerima pesan, hingga pengaruh yang dirancang untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Ketiga strategi tersebut adalah :
- Never Argue. Jangan berbantah atau berdebat di muka umum bagi sesama anggota dari satu kelompok gerakan tertentu. Bagi seorang komunikator opini sangat penting untuk memperhatikan hal ini, karena suatu argumen atau perdebatan dapat membangkitkan emosi dan antagonistis. Terkadang dengan emosi dalam berdebat tujuan utama untuk mengiring opini massa menjadi tidak optimal. Oleh karena itu, “berkepala dingin” seperti yang dilakukan oleh para diplomat dan kelompok politikus profesional dapat diterapkan untuk mencapai tujuan.
- Present Facts. Kemukakan fakta-fakta. Ini dapat menghindari perdebatan dan juga lebih efektif daripada memberikan analisa abstrak mengenai opini yang ada. Apabila publik menerima fakta dan data yang disuguhkan, maka mereka akan menerima opini tersebut dengan objektif, dan bersedia digiring kepada opini yang sedang diangkat.
- Positive statement. Pernyataan yang positif. Cara ini lebih efektif daripada pernyataan-pernyataan yang bersifat negatif. Hendaknya dikemukakan hal-hal yang positid dan menyentuh kepentingan dan kebutuhan publik dan dikemukakan secara berulang-ulang, sehingga secara psikologis akan mengubah pendapat publik. Pernyataan positif ini tentu juga perlu di dukung oleh data dan fakta yang jelas. Hindari hal-hal yang bertentangan atau tidak relevan dengan opini yang disampaikan. Serta tidak menimbulkan celaan atau hujatan terhadap pribadi, sekali lagi gerakan mahasiswa membangun opini tentang “apa”, bukan “siapa”.
Pada akhirnya gerakan mahasiswa perlu
berjuang lebih keras untuk meyakinkan massa tentang opini yang di
angkat. Kebebasan pers telah memberikan tantangan tersendiri bagi
gerakan mahasiswa, tentu sebagai sebuah gerakan yang dinamis, gerakan
mahasiswa perlu menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan kondisi yang
ada. Salah satu tantangan yang dapat lahir dari strategi adaptasi
gerakan mahasiswa menyikapi kebebasan pers adalah fintah pencitraan,
dimana gerakan mahasiswa bisa saja dinilai hanya mencitrakan diri
sebagai kelompok yang pro-rakyat dan tak ubahnya seperti badut media
yang gemar menyampaikan sikap di media massa. Oleh karena itu, perlu
kiranya mahasiswa memantapkan landasan identitas geraknya agar tidak ada isu negatif yang mengiring gerakan mahasiswa di era kebebasan pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar