Selasa, 11 September 2012

Ulama Harus Kembali Ke Barak



Dalam wacana keislaman, ulama “sering” digolongkan pewaris Nabi Muhammad SAW. Karena posisi sosialnya yang mulia, seringkali ulama mendapat kedudukan yang terhormat dalam strata kehidupan sosial (social life). Komitmen dan kebijakannya sering dinilai “bisikan” ilahiyah yang dinilai “kafir” bagi orang yang membangkang dan insan taat bagi yang mengerjakannya.
 

Di era modern ini banyak fatwa-fatwa ulama yang dirupiahkan. Diperdagangkan secara bebas demi mendapat legitimasi penguasa. Ulama sudah tidak lagi menjadi “soko guru” bangsa—akan tetapi lebih pada penjual eceran dalil-dalil agama. Sikap dan kondisi seperti ini yang mengancam keselamatan dan kelangsungan kehidupan ummat.
Banyaknya pertikaian yang mengatasnamakan agama, karena hilangnya sikap independensi ulama. Ulama yang seharusnya menjadi qonun asasi kehidupan dengan mengedepankan kebersamaan dan kerukunan melalui pendekatan konsep-konsep ajaran agama semakin kehilangan kendali. Ulama hanya disibukkan dengan “keroyokan” kursi-kursi politik dan kekuasaan yang tidak jelas arah perjuangannya.

Saat ulama kembali ke barak
Jeritan-jeritan ummat yang semakin keras, mengharuskan ulama kembali ke barak. Artinya, ulama harus segara menata kehidupan bermasyarakat sesuai dengan tuntunan agama. Kembalinya ulama “ke barak” perjuangan dan misi awal diharapkan dapat meminimalisir angka konflik sosial yang mengatasnamakan agama tanpa menimbulkan korban jiwa.
Posisi ummat merasa bingung, harus kemana dan siapa dia mengadu? Dilematis sosial selalu menjadi isu ketidak jelasan arah komunitas sosial. Kondisi yang seperti ini mudah disulut api-api konflik yang bertujuan menghancurkan rasa ukhuwah islamiyah.

Mengatasnamakan Agama
Tidak selayaknya agama dikonflikkan. Dan tidak pantas juga agama sebagai batu loncatan untuk membunuh dan membela yang tidak pantas dibunuh dan dibela. Dokma agama tidak pernah dan tidak “akan” pernah mengajarkan pada kekerasan. Karena pemahaman yang salah dan salah paham agama menjadi boomerang bagi kehidupan sosial. Konflik Syiah—Sunni yang terjadi di Madura, gejolak sosial, politik, ekonomi dan keamanan mulai terusik akibat imbas dari konflik tersebut.
Agama bisa menjadi kekuatan (resourch) yang dapat digunakan untuk membela dan menindas. Agama bisa menjadi malaikat penolong dan syaitan yang menyakiti.
Tulisan ini merupakan rangkuman pendek dari perkuliahan perdana. Semoga bermanfaat bagi yang mau dan mampu….!

Muhammad “Mbah” Supriyadi
Ciputat, 11 September 2012
Di Waroeng Lesehan Ronggolawe – Jakarta Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar