Dalam wacana keislaman,
ulama “sering” digolongkan pewaris Nabi Muhammad SAW. Karena posisi sosialnya
yang mulia, seringkali ulama mendapat kedudukan yang terhormat dalam strata
kehidupan sosial (social life). Komitmen dan kebijakannya sering dinilai
“bisikan” ilahiyah yang dinilai “kafir” bagi orang yang membangkang dan insan
taat bagi yang mengerjakannya.
Di era modern ini banyak
fatwa-fatwa ulama yang dirupiahkan. Diperdagangkan secara bebas demi mendapat
legitimasi penguasa. Ulama sudah tidak lagi menjadi “soko guru” bangsa—akan
tetapi lebih pada penjual eceran dalil-dalil agama. Sikap dan kondisi seperti
ini yang mengancam keselamatan dan kelangsungan kehidupan ummat.
Banyaknya pertikaian yang
mengatasnamakan agama, karena hilangnya sikap independensi ulama. Ulama yang
seharusnya menjadi qonun asasi kehidupan dengan mengedepankan
kebersamaan dan kerukunan melalui pendekatan konsep-konsep ajaran agama semakin
kehilangan kendali. Ulama hanya disibukkan dengan “keroyokan”
kursi-kursi politik dan kekuasaan yang tidak jelas arah perjuangannya.
Saat ulama kembali ke
barak
Jeritan-jeritan ummat yang
semakin keras, mengharuskan ulama kembali ke barak. Artinya, ulama harus segara
menata kehidupan bermasyarakat sesuai dengan tuntunan agama. Kembalinya ulama
“ke barak” perjuangan dan misi awal diharapkan dapat meminimalisir angka
konflik sosial yang mengatasnamakan agama tanpa menimbulkan korban jiwa.
Posisi ummat merasa
bingung, harus kemana dan siapa dia mengadu? Dilematis sosial selalu menjadi
isu ketidak jelasan arah komunitas sosial. Kondisi yang seperti ini mudah
disulut api-api konflik yang bertujuan menghancurkan rasa ukhuwah islamiyah.
Mengatasnamakan Agama
Tidak selayaknya agama
dikonflikkan. Dan tidak pantas juga agama sebagai batu loncatan untuk membunuh
dan membela yang tidak pantas dibunuh dan dibela. Dokma agama tidak pernah dan
tidak “akan” pernah mengajarkan pada kekerasan. Karena pemahaman yang salah dan
salah paham agama menjadi boomerang bagi kehidupan sosial. Konflik Syiah—Sunni
yang terjadi di Madura, gejolak sosial, politik, ekonomi dan keamanan mulai
terusik akibat imbas dari konflik tersebut.
Agama bisa menjadi
kekuatan (resourch) yang dapat digunakan untuk membela dan menindas. Agama
bisa menjadi malaikat penolong dan syaitan yang menyakiti.
Tulisan ini merupakan
rangkuman pendek dari perkuliahan perdana. Semoga bermanfaat bagi yang mau dan
mampu….!
Muhammad “Mbah” Supriyadi
Ciputat,
11 September 2012
Di
Waroeng Lesehan Ronggolawe – Jakarta Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar